Monday, January 21, 2019

Sejarah: Peran dan Kedudukan Sejarah (1)


Pancarona Ilmu - Berdasarkan peranan dan kedudukannya, sejarah dibagi menjadi tiga hal, yakni: (1) sejarah sebagai peristiwa, (2) sejarah sebagai cerita, dan (3) sejarah sebagai ilmu (Ismaun, 1993: 277).

Pertama, sejarah sebagai peristiwa adalah sesuatu yang terjadi pada masyarakat manusia di masa lampau. Pengertian pada "masyarakat manusia" dan "masa lampau", adalah sesuatu yang penting dalam definisi sejarah. Sebab kejadian yang tidak berhubungan dengan kehidupan masyarakat manusia, dalam pengertian di sini, bukanlah merupakan suatu peristiwa sejarah. Sebaliknya juga, peristiwa yang terjadi pada umat manusia namun terjadi pada zaman sekarang, bukan pula peristiwa sejarah.

Sejarah sebagai peristiwa sebenarnya bermakna sangat luas dan beragam. Keluasan dan keragaman peristiwa sejarah itu meliputi beberapa aspek kehidupan, seperti aspek sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan, agama, keamanan, dan sebagainya. Oleh sebab inilah,  para ahli sejarah kemudian mengelompokkan lagi atas beberapa tema. Berdasarkan tema, sejarah dapat dibagi menjadi beberapa tema, seperti: sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah perekonomian, sejarah agama, sejarah pendidikan, sejarah kesehatan, dan sebagainya.

Pembagian sejarah selain berdasarkan tema (tematis), ada pula pembagian sejarah berdasarkan periode waktu. Dalam pembagian sejarah berdasarkan periodisasi ini, sebagai contoh untuk sejarah Indonesia dibagi sebagai berikut: zaman prasejarah, zaman pengaruh Hindu-Budha, zaman pengaruh Islam, zaman kekuasaan Belanda, zaman pergerakan nasional, zaman pendudukan Jepang, zaman kemerdekaan, zaman Revolusi Fisik, Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. Sebagai patokan dalam penentuan tiap periode/zaman ini, digunakan suatu unsur pembeda antar periode satu dengan lainnya.

Selain pembagian sejarah di atas, sejarah juga bisa dibagi berdasarkan unsur ruang. Hal ini berhubungan dengan regional atau kewilayahan. Misalnya: sejarah Eropa, sejarah Asia, sejarah Timur Tengah, sejarah Amerika Latin, sejarah Asia Tenggara, sejarah Afrika Utara, dan sebagainya. Dalam hal ini, sejarah regional terkadang bisa menyangkut sejarah dunia, tetapi ruang lingkupnya lebih terbatas oleh persamaan karakteristik baik fisik maupun sosial-budayanya.

Sejarah sebagai peristiwa sering juga disebut sejarah sebagai kenyataan dan sejarah serba obyektif (Ismaun, 1993: 279). Maksudnya peristiwa sejarah tersebut, merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi dan didukung oleh evidensi-evidensi yang menguatkan baik berupa saksi mata (witness) yang dijadikan sumber-sumber sejarah (historical sources), peninggalan-peninggalan (relics atau remains), maupun catatan-catatan (records). Selain itu, peristiwa sejarah dapat pula diketahui dari sumber-sumber-sumber yang bersifat lisan (yang disampaikan dari mulut ke mulut).

Menurut Sjamsuddin (1996: 78), terdapat dua macam sumber sejarah lisan. Pertama, sejarah lisan (oral history) atau ingatan lisan (oral reminiscence), merupakan ingatan tangan pertama yang dituturkan secara lisan oleh orang-orang yang diwawancarai oleh sejarahwan. Kedua, tradisi lisan (oral tradition) yaitu narasi ataupun deskripsi dari orang-orang dan peristiwa-peristiwa pada masa lalu yang disampaikan dari mulut ke mulut selama beberapa generasi.

Dalam bentuk apapun bukti sejarah tersebut, peristiwa sejarah sejatinya baru dapat diketahui apabila ada sumber yang sampai kepada sejarahwan sehingga bisa digunakan untuk menyusun peristiwa berdasarkan sumber. Oleh karena itu, suatu cerita sejarah sangatlah bergantung terhadap kelengkapan sumber yang tersedia. Selain itu, cerita sejarah juga bergantung pada kemahiran/kecakapan seorang sejarahwan.

Menurut Wood Gray, (1956: 9), untuk menyusun suatu cerita dan eksplanasi sejarah setidaknya ada enam langkah penelitian:
a. Memilih satu topik yang sesuai;
b. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik;
c. Membuat catatan tentang itu, apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung (misalnya dengan menggunakan system cards);
d. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber);
e. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya;
f. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.



Referensi:
1.) Ismaun. 1993. Modul Ilmu Pengetahuan Sosial 9: Pengantar Ilmu Sejarah. Universitas Terbuka: Jakarta.
2.) Gray, Wood, et.al. 1964. Historian’s Hanbook: A Key to Study and Writing of History. Houghton Miffin Company: Boston.
3.) Sjamsuddin, Helius. 1996. Metodologi Sejarah. Depdikbud, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik: Jakarta.


EmoticonEmoticon